Jumat, 10 Desember 2010

praktikum farmasi fisika


LAPORAN
FARMASI FISIKA
PERCOBAAN III
“KELARUTAN”
OLEH

NAMA                :  VEBY RIZKY LAPAUGI
NIM                     :  821309054
KELAS               :  B
KELOMPOK      :  II (Dua)
ASISTEN            :  NURZIAH SUWELEH, S.Si
UNG
LABORATORIUM FARMASETIKA
JURUSAN FARMASI
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2010

KATA PENGANTAR

            Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT. Karena hanya dengan kodrat dan iradat-Nyalah saya dapat menyusun laporan ini dengan sebaik-baiknya.
            Adapun isi dari laporan ini adalah tentang Kelarutan. Kelarutan adalah kemampuan suatu zat telarut melarut pada suatu pelarut. Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperature tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk disperse molekular homogen. Kelarutan suatu senyawa bargantung pada sifat fisika, dan kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperature, tekanan, pH larutan dan untuk jumlah yang kecil, bergantung pada hal terbaginya zat terlarut.
            Harapan saya adalah mudah-mudahan dapat berguna, bermanfaat serta mudah dipahami isi daripada laporan ini. Manakala ada kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan laporan ini, saya mohon maaf. Dan segala kritik-saran yang yang sifatnya membangun guna perbaikan laporan ini kedepannya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi saya selaku penyusun pada khususnya dan pada pembaca pada umumnya. Terima kasih.
Gorontalo,    Desember 2010
                                                                                                              

                                                                                                       Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
BAB.I. PENDAHULUAN.................................................................................. 1
I.1. Latar Belakang.................................................................................... 1
I.2. Maksud Percobaan.............................................................................. 2
I.3. Tujuan Percobaan................................................................................ 2
BAB.II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 3
II.1. Teori.................................................................................................. 3
II.2. Uraian Bahan..................................................................................... 15
BAB.III. METODE KERJA................................................................................ 19
III.1. Alat yang digunakan........................................................................ 19
III.2. Bahan yang digunakan.................................................................... 19
III.3. Cara Kerja........................................................................................ 20
BAB.IV. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................... 22
IV.1. Hasil pengamatan............................................................................. 22
IV.2. Pembahasan..................................................................................... 32
BAB.V. PENUTUP.............................................................................................. 36
V.1. Kesimpulan........................................................................................ 36
V.2. Saran.................................................................................................. 36
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

I.1     Latar Belakang
Dalam bidang farmasi, untuk memilih medium pelarut yang paling baik untuk obat atau kombinasi obat, akan membantu mengatasi kesulitan-kesulitan tertentu yang timbul pada waktu pembuatan larutan farmasetik, dan lebih jauh lagi dapat bertindak sebagai standar atau uji kemurnian. Pengetahuan yang lebih mendetail mengenai kelarutan dan sifat-sifat yang berhubungan dengan itu juga memberikan informasi mengenai struktur obat dan gaya antarmolekul obat. Selain itu, pelepasan zat dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat kimia dan fisika zat tersebut serta formulasinya. Pada prinsipnya obat baru dapat diabsorbsi setelah zat aktifnya telarut dalam cairan usus, sehingga salah satu usaha untuk mempertinggi efek farmakologi dari sediaan adalah dengan menaikkan kelarutan zat aktifnya.
Kelarutan adalah kemampuan suatu zat telarut melarut pada suatu pelarut. Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperature tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk disperse molekular homogen. Kelarutan suatu senyawa bargantung pada sifat fisika, dan kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH larutan dan untuk jumlah yang kecil, bergantung pada hal terbaginya zat terlarut.
Pada percobaan ini, akan ditentukan kelarutan zat secara kuantitas, pengaruh pelarut campur yakni air, alkohol, dan gliserin ; dan penambahan surfaktan yakni tween 80 terhadap kelarutan suatu zat yakni Asam benzoat.
         
I.2     Maksud Percobaan
Menentukan kelarutan zat secara kuantitas, pengaruh pelarut campur dan penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat.

I.3     Tujuan Percobaan
1. Menentukan kelarutan zat secara kuantitas
2.  Menjelaskan pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan suatu zat.
3.  Menjelaskan pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat.
4.  Menentukan misel kritik suatu surfaktan dengan metode kelarutan










BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1    Teori
Secara kuantitatif, kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi zat terlarut didalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu. Kelarutan dinyatakan dalam satuan mililiter pelarut yang dapat melarutkan satu gram zat. Misalnya 1 gram asam salisilat akan larut dalam 500 mL air. Kelarutan juga dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas dan persen (1).
Pelepasan zat aktif dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia dan fisika zat tersebut serta formulasinya. Pada prinsinya obat baru dapat di absorpsi setelah zat aktifnya terlarut dalam cairan usus, sehingga salah satu usaha untuk mempertinggi efek Farmakologi dari sediaaan adalah dengan menaikkan kelarutan zat aktifnya (1).
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya adalah etanol di dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa Inggris lebih tepatnya disebut miscible. Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat. Kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air. Istilah "tak larut" (insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh (supersaturated) yang metastabil (5).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain adalah :
·                     pH
·                     temperatur
·                     jenis pelarut
·                     bentuk dan ukuran partilel zat
·                     konstanta dielektrik pelarut
Kelarutan juga tergantung pada struktur zat, seperti perbandingan gugus polar dan non polar dari suatu molekul. Makin panjang rantai gugus non polar suatu zat makin zat tersebut larut dalam air. Selain itu, penambahan surfaktan dapat juga ditambahkan zat-zat pembentuk kompleks untuk menaikkan kelarutan suatu zat, misalnya penambahan uretan dalam pembuatan injeksi khinin (1).
Larutan adalah campuran yang bersifat homogen antara molekul, atom ataupun ion dari dua zat atau lebih. Disebut campuran karena susunannya atau komposisinya dapat berubah. Disebut homogen karena susunanya begitu seragam sehingga tidak dapat diamati adanya bagian-bagian yang berlainan, bahkan dengan mikroskop optis sekalipun.
Fase larutan dapat berwujud gas, padat ataupun cair. Larutan gas misalnya udara. Larutan padat misalnya perunggu, amalgam dan paduan logam yang lain. Larutan cair misalnya air laut, larutan gula dalam air, dan lain-lain. Komponen larutan terdiri dari pelarut (solvent) dan zat terlarut (solute). Pada bagian ini dibahas larutan cair. Pelarut cair umumnya adalah air. Pelarut cair yang lain misalnya bensena, kloroform, eter, dan alkohol. Jika pelarutnya bukan air, maka nama pelarutnya disebutkan. Misalnya larutan garam dalam alkohol disebut larutan garam dalam alkohol (alkohol disebutkan), tetapi larutan garam dalam air disebut larutan garam (air tidak disebutkan).
Zat terlarut dapat berupa zat padat, gas atau cair. Zat padat terlarut dalam air misalnya gula dan garam. Gas terlarut dalam air misalnya amonia, karbon dioksida, dan oksigen. Zat cair terlarut dalam air misalnya alkohol dan cuka. Umumnya komponen larutan yang jumlahnya lebih banyak disebut sebagai pelarut. Larutan 40 % alkohol dengan 60 % air disebut larutan alkohol. Larutan 60 % alkohol dengan 40 % air disebut larutan air dalam alkohol. Larutan 60 % gula dengan 40 % air disebut larutan gula karena dalam larutan itu air terlihat tidak berubah sedangkan gula berubah dari padatan (kristal) menjadi terlarut (menyerupai air).
Sebutir kristal gula pasir merupakan gabungan dari beberapa molekul gula. Jika kristal gula itu dimasukkan ke dalam air, maka molekul-molekul gula akan memisah dari permukaan kristal gula menuju ke dalam air (disebut melarut). Molekul gula itu bergerak secara acak seperti gerakan molekul air, sehingga pada suatu saat dapat menumbuk permukaan kristal gula atau molekul gula yang lain. Sebagian molekul gula akan terikat kembali dengan kristalnya atau saling bergabung dengan molekul gula yang lain sehingga kembali membentuk kristal (mengkristal ulang). Jika laju pelarutan gula sama dengan laju pengkristalan ulang, maka proses itu berada dalam kesetimbangan dan larutannya disebut jenuh.
Kristal gula + air larutan gula
Larutan jenuh adalah larutan yang mengandung zat terlarut dalam jumlah yang diperlukan untuk adanya kesetimbangan antara solute yang terlarut dan yang tak terlarut. Banyaknya solute yang melarut dalam pelarut yang banyaknya tertentu untuk menghasilkan suatu larutan jenuh disebut kelarutan (solubility) zat itu. Kelarutan umumnya dinyatakan dalam gram zat terlarut per 100 mL pelarut, atau per 100 gram pelarut pada temperatur yang tertentu. Jika kelarutan zat kurang dari 0,01 gram per 100 gram pelarut, maka zat itu dikatakan tak larut (insoluble).
Jika jumlah solute yang terlarut kurang dari kelarutannya, maka larutannya disebut tak jenuh (unsaturated). Larutan tak jenuh lebih encer (kurang pekat) dibandingkan dengan larutan jenuh. Jika jumlah solute yang terlarut lebih banyak dari kelarutannya.


a.              Pengaruh Temperatur pada Kelarutan
Kelarutan gas umumnya berkurang pada temperatur yang lebih tinggi. Misalnya jika air dipanaskan, maka timbul gelembung-gelembung gas yang keluar dari dalam air, sehingga gas yang terlarut dalam air tersebut menjadi berkurang. Kebanyakan zat padat kelarutannya lebih besar pada temperatur yang lebih tinggi. Ada beberapa zat padat yang kelarutannya berkurang pada temperatur yang lebih tinggi, misalnya natrium sulfat dan serium sulfat. Pada larutan jenuh terdapat kesetimbangan antara proses pelarutan dan proses pengkristalan kembali. Jika salah satu proses bersifat endoterm, maka proses sebaliknya bersifat eksoterm. Jika temperatur dinaikkan, maka sesuai dengan azas Le Chatelier (Henri Louis Le Chatelier: 1850-1936) kesetimbangan itu bergeser ke arah proses endoterm. Jadi jika proses pelarutan bersifat endoterm, maka kelarutannya bertambah pada temperatur yang lebih tinggi. Sebaliknya jika proses pelarutan bersifat eksoterm, maka kelarutannya berkurang pada suhu yang lebih tinggi.
Suhu mempengaruhi kelarutan suatu zat. Bayangkan dalam gedung bioskop yang banyak penonton sedang asyik menonton film dan tiba-tiba gedung tersebut terbakar. Pasti keadaan orang-orang tersebut akan berbeda, dari keadaan tenang menjadi saling berdesakan dan menyebar. Demikian pula pada suhu tinggi partikel-partikel akan bergerak lebih cepat dibandingkan pada suhu rendah. Akibatnya kontak antara zat terlarut dengan pelarut menjadi lebih sering dan efektif. Hal ini menyebabkan zat terlarut menjadi lebih mudah larut pada suhu tinggi.
Perhatikan Gambar 6, terlihat kelarutan KNO3 sangat berpengaruh oleh kenaikan suhu, sedangkan KBr kecil sekali. Jika campuran ini dimasukkan air panas, maka kelarutan KNO3 lebih besar daripada KBr sehingga KBr lebih banyak mengkristal pada suhu tinggi, dan KBr dapat dipisahkan dengan menyaring dalam keadaan panas.
6
Jika kelarutan zat padat bertambah dengan kenaikan suhu, maka kelarutan gas berkurang bila suhu dinaikkan, karena gas menguap dan meninggalkan pelarut. Ikan akan mati dalam air panas karena kelarutan oksigen berkurang. Minuman akan mengandung CO2 lebih banyak bila disimpan dalam lemari es dibandingkan di udara terbuka.


b.             Pengadukan
Pengadukan juga menentukan kelarutan zat terlarut. Semakin banyak jumlah pengadukan, maka zat terlarut umumnya menjadi lebih mudah larut.
Luas Permukaan Sentuhan Zat Kecepatan kelarutan dapat dipengaruhi juga oleh luas permukaan (besar kecilnya partikel zat terlarut). Luas permukaan sentuhan zat terlarut dapat di diperbesar melalui proses pengadukan atau penggerusan secara mekanis. Gula halus lebih mudah larut daripada gula pasir. Hal ini karena luas bidang sentuh gula halus lebih luas dari gula pasir, sehingga gula halus lebih mudah berinteraksi dengan air.
c.              Pengaruh tekanan pada kelarutan
Perubahan tekanan pengaruhnya kecil terhadap kelarutan zat cair atau padat. Perubahan tekanan sebesar 500 atm hanya merubah kelarutan NaCl sekitar 2,3 % dan NH4Cl sekitar 5,1 %. Kelarutan gas sebanding dengan tekanan partial gas itu. Menurut hukum Henry (William Henry: 1774-1836) massa gas yang melarut dalam sejumlah tertentu cairan (pelarutnya) berbanding lurus dengan tekanan yang dilakukan oleh gas itu (tekanan partial), yang berada dalam kesetimbangan dengan larutan itu. Contohnya kelarutan oksigen dalam air bertambah menjadi 5 kali jika tekanan partial-nya dinaikkan 5 kali. Hukum ini tidak berlaku untuk gas yang bereaksi dengan pelarut, misalnya HCl atau NH3 dalam air.

Konsentrasi larutan menyatakan banyaknya zat terlarut dalam sejumlah tertentu larutan. Secara fisika konsentrasi dapat dinyatakan dalam % (persen) atau ppm (part per million) = bpj (bagian per juta). Dalam kimia konsentrasi larutan dinyatakan dalam molar(M), molal (m) atau normal (N).
a.              Molaritas (M)
Molaritas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam setiap liter larutan.
b.             Molalitas (m)
Molalitas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam setiap kilo gram (1 000 gram) pelarut.
c.              Normalitas (N)
Normalitas menyatakan jumlah ekuivalen zat terlarut dalam setiap liter larutan.
Massa ekuivalen adalah massa zat yang diperlukan untuk menangkap atau melepaskan 1 mol elektron dalam reaksi (reaksi redoks). Partikel-partikel yang ada di dalam larutan adalah molekul-molekul senyawa CH3COOH yang terlarut dan ion-ion H+ dan CH3COO−. Molekul senyawa CH3COOH tidak dapat menghantarkan arus listrik, sehinggga akan menjadi penghambat bagi ion-ion H+ dan CH3COO− untuk menghantarkan arus listrik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa larutan elektrolit lemah daya hantar listriknya kurang kuat. Senyawa nonelektrolit adalah senyawa yang di dalam air tidak terion, sehingga partikel-partikel yang ada di dalam larutan adalah molekul-molekul senyawa yang terlarut. Dalam larutan tidak terdapat ion, sehingga larutan tersebut tidak dapat menghantarkan arus listrik. Kecuali asam atau basa, senyawa kovalen adalah senyawa nonelektrolit, misalnya: C6H12O6, CO(NH2)2, CH4, C3H8, C13H10O.
d.             Sifat Koligatif Larutan Non-elektrolit
Sifat larutan berbeda dengan sifat pelarut murninya. Terdapat empat sifat fisika yang penting yang besarnya bergantung pada banyaknya partikel zat terlarut tetapi tidak bergantung pada jenis zat terlarutnya. Keempat sifat ini dikenal dengan sifat koligatif larutan. Sifat ini besarnya berbanding lurus dengan jumlah partikel zat terlarut. Sifat koligatif tersebut adalah tekanan uap, titik didih, titik beku, dan tekanan osmosis. Menurut hukum sifat koligatif, selisih tekanan uap, titik beku, dan titik didih suatu larutan dengan tekanan uap, titik beku, dan titik didih pelarut murninya berbanding langsung dengan konsentrasi molal zat terlarut. Larutan yang bisa memenuhi hukum sifat koligatif ini disebut larutan ideal. Kebanyakan larutan mendekati ideal hanya jika sangat encer.
Ø   Tekanan Uap Larutan
Tekanan uap larutan lebih rendah dari tekanan uap pelarut murninya. Pada larutan ideal, menurut hukum Raoult, tiap komponen dalam suatu larutan melakukan tekanan yang sama dengan fraksi mol kali tekanan uap dari pelarut murni. Dalam larutan yang mengandung zat terlarut yang tidak mudah menguap (tak-atsiri atau nonvolatile), tekanan uap hanya disebabkan oleh pelarut, sehingga PA dapat dianggap sebagai tekanan uap pelarut maupun tekanan uap larutan.
Ø Titik Didih Larutan
Titik didih larutan bergantung pada kemudahan zat terlarutnya menguap. Jika zat terlarutnya lebih mudah menguap daripada pelarutnya (titik didih zat terlarut lebih rendah), maka titik didih larutan menjadi lebih rendah dari titik didih pelarutnya atau dikatakan titik didih larutan turun. Contohnya larutan etil alkohol dalam air titik didihnya lebih rendah dari 100 °C tetapi lebih tinggi dari 78,3 °C (titik didih etil alkohol 78,3 °C dan titik didih air 100 °C). Jika zat terlarutnya tidak mudah menguap (tak-atsiri atau nonvolatile) daripada pelarutnya (titik didih zat terlarut lebih tinggi), maka titik didih larutan menjadi lebih tinggi dari titik didih pelarutnya atau dikatakan titik didih larutan naik. Pada contoh larutan etil alkohol dalam air tersebut, jika dianggap pelarutnya adalah etil alkohol, maka titik didih larutan juga naik. Kenaikan titik didih larutan disebabkan oleh turunnya tekanan uap larutan. Berdasar hukum sifat koligatif larutan, kenaikan titik didih larutan dari titik didih pelarut murninya berbanding lurus dengan molalitas larutan.


Ø Titik Beku Larutan
Penurunan tekanan uap larutan menyebabkan titik beku larutan menjadi lebih rendah dari titik beku pelarut murninya. Hukum sifat koligatif untuk penurunan titik beku larutan berlaku pada larutan dengan zat terlarut atsiri (volatile) maupun tak-atsiri (nonvolatile). Berdasar hukum tersebut, penurunan titik beku larutan dari titik beku pelarut murninya berbanding lurus dengan molalitas larutan (3).

Sifat Larutan.
Sifat fisik zat dapat dikelmpokkan dalam sifat koligatif, aditif dan konstitutif. Dalam bidang termodinamika, sifat termodinamika dari sistem digolongkan, dalam sifat ekstensif, bergantung pada jumah zat dalam sistem (misalnya massa dan volume) dan sifat intensif , yang tidak bergantung jumlah zat dalam sistem (misalnya temperatur, tekanan kerapatan, tegangan permukaan, dan viskositas dari cairan murni).
Sifat koligatif terutama bergantung pada jumlah partikel dalam larutan. Sifat koligatif larutan adalah tekanan osmosis, penurunan tekanan uap, penurunan titik beku, dan kenaikan titik didih. Harga sifat koligatif kira-kira sama untuk konsentrasi yang setara dari berbagai zat nonelektrolit dalam larutan tanpa mengindahkan jenis atau sifat kimiawi dari konstituen. Dalam menetapkan sifat koligatif dari larutan zat padat dalam cairan, dianggap zat padat tidak menguap dan tekanan uap di atas larutan seluruhnya berasal dari pelarut.
Sifat Aditif bergantung pada andil atom total dalam molekul atau pada jumlah sifat konstituen dalam larutan. Contoh sifat aditif dari suatu senyawa adalah berat molekul, yaitu jumlah massa atom konstituen. Massa dari komponen suatu larutan juga bersifat aditif, massa total dari larutan adalah jumlah massa masing-masing komponen.
Sifat Konstitutif bergantung pada penyusunan dan untuk jumlah yang lebih sedikit, pada jenis dan jumlah atom dalam suatu molekul. Sifat ini memberikan petunjuk terhadap aturan senyawa tunggal, dan kelompok molekul dalam sistem. Banyak sifat fisik yang sebagian aditif dan sebagian konstitutif. Pembiasan cahaya, sifat listrik, sifat permukaan dan antarpermukaan dan kelarutan obat setidak-tidaknya sebagian berupa sifat konstitutif dan sebagian sifat aditif.
Tipe Larutan
     Larutan dapat digolongkan sesuai dengan keadaan terjadinya zat terlarut dan pelarut, dan karena tiga wujud zat (gas, cair, padat kristal), ada sembilan kemungkinan sifat campuran homogen antara zat terlarut dan pelarut.
Zat Terlarut
Pelarut
Contoh
Gas
Gas
Udara
Zat Cair
Gas
Air dalam oksigen
Zat Padat
Gas
Uap iodium dalam udara
Gas
Zat Cair
Air berkarbonat
Zat Cair
Zat Cair
Alakohol dalam air
Zat Padat
Zat Cair
Larutan NaCl dalam air
Gas
Zat Padat
Hidrogen dalam paladium
Zat Cair
Zat Padat
Minyak mineral dalam parafin
Zat Padat
Zat Padat
Campuran emas-perak, campuran alum
     Larutan jenuh adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut). Larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi di bawah konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan sempurna pada temperatur tertentu. Larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi lebih banyak daripada yang seharusnya ada pada temperatur tertentu, terdapat juga zat terlarut yang tidak larut (2).
           
II.2    Uraian Bahan
1.             Aquades (FI III : 96)
Nama Latin                     :  AQUA DESTILLATA
Sinonim                           :  Air Suling, H2O
Pemerian                         :  Cairan jenih ; tidak berwarna ; tidak berbau ; tidak mempunyai rasa.
Penyimpanan                   :  Dalam wadah tertutup baik


2.             Alkohol (FI III : 65)
Nama Latin                     :  AETHANOLUM
Sinonim                           :  Etanol, Alkohol
Pemerian                         :  Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah bergerak ; bau khas ; rasa panas ; mudah terbakar ; dengan memberikan nyala biru yang tidak berasap
Kelarutan                        :  Sangat mudah larut dalam air ; dalam kloroform P  dan eter P
Penyimpanan                   :  Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya ; di tempat sejuk ; jauh dari nyala api
Khasiat dan Penggunaan   :          Zat tambahan

3.             Gliserin (FI III : 271)
Nama Latin                     :  GLYCEROLUM
Sinonim                           :  Gliserol, Gliserin
Rumus molekul               :  CH2OH     CHOH     CH2OH
Pemerian                         :  Caira seperti sirop ; jernih, tidak berwarna ; tidak berbau ; manis diikut rasa hangat.
Kelarutan                        :  Dapat campur dengan air, dan dengan etanol (95%) P ; praktis tidak larut dalam kloroform P; dan dalam eter P dan dalam minyak lemak.
Penyimpanan                   :  Dalam wadah tertutup baik
Khasiat dan Penggunaan   :          Zat tambahan

4.             Asam Benzoat (FI III : 49)
Nama Latin                     :  ACIDUM BENZOICUM
Sinonim                           :  Asam benzoat
Rumus Struktur               : 


Pemerian                         :  Hablur halus dan ringan ; tidak berwarna ; tidak berbau
Kelarutan                        :  Larut dalam lebih kurang 350 bagian air, dalam lebih kurang 3 bagian etanol (95%) P ; dalam 8 bagian kloroform P dan dalam 3 bagian eter P
Penyimpanan                   :  Dalam wadah tertutup baik
Khasiat dan penggunaan :  Antiseptikum ekstern ; anti jamur

5.             Tween 80 (FI III : 509)
Nama Latin                     :  POLYSORBATUM-80
Sinonim                           :  Polisorbat-80
Pemerian                         :  Cairan kental seperti minyak ; jernih, kuning ; bau asam lemak, khas
Kelarutan                        :  Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%) P ; dalam etil astetat P dan dalam metanol P ; sukar larut dalam parafin cair dan dalam minyak biji kapas P.
Penyimpanan                   :  Dalam wadah tertutup rapat
Khasiat dan Penggunaan   :          Zat tambahan














BAB III
METODE KERJA

III.1  Alat Yang Digunakan
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu :
1.      Mixer
2.      Batang pengaduk
3.      Kaca Arloji
4.      Lap Halus
5.      Timbangan Analitik
6.      Gelas ukur
7.      Gelas kimia
8.      Corong plastik
9.      Tabung reaksi

III.2  Bahan Yang Digunakan
Bahan – bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu :
1.      Air                          6.   Asam benzoat
2.      Kertas saring            7.   Penoftalin
3.      Alkohol                    8.   Tween 80             
4.      Gliserin


III.3  Cara kerja
A.      Pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat
1.      Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2.      Diukur masing-masing bahan  yaitu
Air = 12ml, 12ml, 12ml, 12ml, 12ml
Alkohol = 0ml, 2ml, 4ml, 6ml, 8ml
Gliserin = 8ml, 6ml, 4ml, 2ml, 0ml
3.      Dimasukkan kedalam gelas kimia untuk masing-masing bahan. Misalnya Air = 12ml, Alkohol 0ml, dan gliserin 8ml. Masing-masing gelas kimia diberi label.
4.      Di aduk sampai homogen untuk ketiga zat tersebut.
5.      Dilarutkan Asam benzoat sedikit demi sdikit dalam masing-masing campuran pelarut didapat larutan yang jenuh.
6.      Dikocok larutan dengan mixer selama beberapa menit, jika ada endapan yang larut selama pengocokan,
7.      Ditambahkan Asam benzoat lagi jika ada endapan yang larut selama pengocokan, sampai didapat larutan yang jenuh kembali
8.      Disaring menggunakan corong plastik dengan kertas saring.
9.      Dititrasi dengan NaOH jika telah di dapatkan hasil filtrasi. Tapi sebelum dititrasi terlebih dahuu di tetesi indikator yaitu Penoftalin sampai timbul warna merah muda.
10.  Dibuat grafik antara kelarutan Asam benzoat dengan % pelarut yang ditambahkan.
B.       Pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan zat
1.      Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2.      Diukur dan ditimbang masing-masing bahan  yaitu
Air = 20ml, 20ml, 20ml, 20ml, 20ml
Tween 80 = 0,2 gram; 0,4 gram; 0,6 gram; 0,8 gram; 1 gram
3.      Dimasukkan kedalam gelas kimia untuk masing-masing bahan. Misalnya Air = 12ml, Tween 80 = 0,2 gram. Masing-masing gelas kimia diberi label.
4.      Di aduk sampai homogen untuk kedua zat tersebut.
5.      Dilarutkan Asam benzoat sedikit demi sdikit dalam masing-masing campuran pelarut didapat larutan yang jenuh.
6.      Dikocok larutan dengan mixer selama beberapa menit, jika ada endapan yang larut selama pengocokan,
7.      Ditambahkan Asam benzoat lagi jika ada endapan yang larut selama pengocokan, sampai didapat larutan yang jenuh kembali
8.      Disaring menggunakan corong plastik dengan kertas saring.
9.      Dititrasi dengan NaOH 0,1M jika telah di dapatkan hasil filtrasi. Tapi sebelum dititrasi terlebih dahuu di tetesi indikator yaitu Penoftalin sampai timbul kekeruhan yang stabil.
10.  Dibuat grafik antara kelarutan Asam benzoat dengan konsentrasi Tween 80 yang digunakan.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1  Hasil Pengamatan
NO
Campuran
Volume
titrat
Vol. Titran (ml)
Indikator
Perubahan warna
V1
V2
X
1
1
(air : alkohol : gliserin)
(60 : 0 : 40)
5 ml
4
4,2
4,1
Penoftalein
Bening ke merah muda
2
2
(air : alkohol : gliserin)
(60 : 0 : 30)
5 ml
5,1
5
5.05
Penoftalein
Bening ke merah muda
3
3
(air : alkohol : gliserin)
(60 : 10 : 30)
5 ml
6.6
6.9
6.75
Penoftalein
Bening ke merah muda
4
4
(air : alkohol : gliserin)
(60 : 20 : 20)
5 ml
7.5
7.5
7.5
Penoftalein
Bening ke merah muda
5
5
(air : alkohol : gliserin)
(60: 40 : 0)
5 ml
9,6
9,3
9,45
Penoftalein
Bening ke merah muda
a.       Data Caker A



b.      Data Caker B
NO
Campuran
Volume Titrat
Vol. Titran (ml)
Indikator
Perubahan warna
V1
V2
X
1
1
( 0,2 gr/20ml)
5 ml
5
5.5
5.25
Penoftalein
Bening ke merah muda
2
2
(0,4 gr/20 ml)
5 ml
6.9
6.8
6.85
Penoftalein
Bening ke merah muda
3
3
(0,6 gr/20 ml)
5 ml
8
8.2
8.1
Penoftalein
Bening ke merah muda
4
4
(0,8 gr/20 ml)
5 ml
9.4
9,4
9.4
Penoftalein
Bening ke merah muda
5
5
(1 gr/20 ml)
5 ml
10,5
10,5
10,5
Penoftalein
Bening ke merah muda

PERHITUNGAN BAHAN UNTUK CAKER 1
Kadar Asam Benzoat
1)   Campuran I
Dik :    Volume NaOH      =   4.1 ml
            Volume Asam Benzoat   =  5 ml
            M NaOH                =   0,1 M
Dit  :    Molaritas Asam Benzoat ?
Jawab  :        
            V NaOH x M NaOH  =   V Asam Benzoat x M Asam Benzoat
            4,1 ml x 0,1 M =    5 ml x M Asam Benzoat
            5 x M Asam Benzoat      =           0.41 M
                   M asam benzoat       = 0.41
                                                         5
                   M asam benzoat       = 0.082 M

2)   Campuran II
Dik      :      Volume NaOH         =  5.05 ml
                   Molaritas NaOH  =   0,1 M
                   Volume Asam Benzoat =      5 ml
Dit       :      Molaritas Asam Benzoat ?
Jawab  : V NaOH x M NaOH = V Asam Benzoat x M Asam Benzoat
              5,05 ml x 0,1 M = 5 ml x M Asam Benzoat
              5 x M Asam Benzoat = 0,505 M
                     M asam benzoat= 0.505
                                                     5
                     M asam benzoat = 0.101 M

3)        Campuran III
Dik           :          V NaOH                     = 6.75 mL
M NaOH      = 0,1 M
V asam benzoat    = 5 mL
Dit                :       Kadar asam benzoat…….?
Peny  :
V NaOH x M NaOH  = V asam benzoat x M asam benzoat
6.75 mL   x   0,1 M          = 5 mL x M asam benzoat
5 mL x M asam benzoat   = 0,675 M
 M asam Benzoat = 0.675
                                    5
M asam benzoat   = 0.135 M

4)        Campuran  IV
Dik           :          V NaOH                     = 7.5 mL
M NaOH              = 0,1 M
V asam benzoat    = 5 mL
Dit            : Kadar asam benzoat…….?
Peny         :
V NaOH x M NaOH  = V asam benzoat x M asam benzoat
7.5 mL   x   0,1 M            = 5 mL x M asam benzoat
5 mL x M asam benzoate        = 0,75 M
M asam benzoat = 0.75
                                 5
M asam benzoat   = 0.15 M


5)      Campuran V
Dik           :          V NaOH                     = 9.45 mL
 M NaOH                         = 0,1 M
 V asam benzoat   = 5 mL
Dit            :          Kadar asam benzoat…….?
Peny         :
V NaOH x M NaOH  = V asam benzoat x M asam benzoat 
9.45  mL   x   0,1 M    = 5 mL x M asam benzoat
5 x M asam benzoat = 0.945 M
M asam benzoat    = 0.945
                                                5
     M asam benzoat          = 0.189 M

Perhitungan bahan untuk caker 2
1.      Kelarutan asam asam benzoat
Campuran 1 (Tween 80 0,2 gram : air 20 ml)
Dik           :          V NaOH                     = 5.25 mL
M NaOH                     = 0,1 M
V asam benzoat           = 5 mL
Dit           :          Kadar asam benzoat…….?
Peny         :
V NaOH x M NaOH  = V asam benzoat x M asam benzoat
5.25  mL   x   0,1 M    = 5 mL x M asam benzoat
5 x M asam benzoat    = 0.525
                                           5
M asam benzoat          = 0.105 gr / mL

Campuran 2 (Tween 80 0,4 gram : air 20 ml)
Dik           :          V NaOH                     = 6.85 mL
M NaOH                     = 0,1 M
V asam benzoat           = 5 mL
Dit           :          Kadar asam benzoat…….?
Peny         :
V NaOH x M NaOH  = V asam benzoat x M asam benzoat
6.85  mL   x   0,1 M    = 5 mL x M asam benzoat
5 mL x M asam benzoat = 0.685
                                          5
M asam benzoat          = 0.137 gr / mL

Campuran 3 (Tween 80 0,6 gram : air 20 ml)
Dik            :          V NaOH                     = 8.1 ml
M NaOH                     = 0,1 M
V asam benzoat           = 5 mL
Dit             :          Kadar asam benzoat…….?
Peny          :
V NaOH x M NaOH  = V asam benzoat x M asam benzoat
8.1  mL   x   0,1 M      = 5 mL x M asam benzoat
5 mL x M asam benzoat          = 0.81
                                                     5
M asam benzoat                      = 0.162 gr/mL

Campuran 4 (Tween 80 0,8 gram : air 20 ml)
Dik            :          V NaOH                     = 9.4 mL
M NaOH                     = 0,1 M
V asam benzoat           = 5 mL
Dit             :          Kadar asam benzoat…….?
Peny          :
V NaOH x M NaOH  = V asam benzoat x M asam benzoat
9,4  mL   x   0,1 M      = 5 mL x M asam benzoat
5 mL x M asam benzoat = 0.94
                                              5
M asam benzoat          = 0.188 gr/ mL



       Campuran 5 (Tween 80 1 gram : air 20 ml)
       Dik           :          V NaOH                     = 10.5 mL
M NaOH                     = 0,1 M
V asam benzoat           = 5 Ml
       Dit            :          Kadar asam benzoat…….?
       Peny         :
V NaOH x M NaOH  = V asam benzoat x M asam benzoat
10,5 ml   x   0,1 M       = 5 mL x M asam benzoat
5 mL x M asam benzoate        = 1.05
M asam benzoat                      = 1.05
                                                 5
M asam benzoat          = 0.21 gr / mL










TABEL PERCOBAAN I
NO
Pelarut Campuran
Konsentrasi Asam benzoat
(gr/mL)
Air
% v/v
Alkohol
% v/v
Gliserin
% v/v
1.
60
0
40
0.082
2.
60
10
30
0.101
3.
60
20
20
0.135
4.
60
30
10
0.15
5.
60
40
0
0.189



 TABEL PERCOBAAN II
No
Pelarut Campuran
Konsentrasi Asam benzoat
(gr / mL)
Air (mL)
Surfaktan tween 80 (gr)
1.
20
0.2
0.105
2.
20
0.4
0.137
3.
20
0.6
0.162
4.
20
0.8
0.188
5.
20
1
0.21


IV.2  Pembahasan
A.           Pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat
Pada percobaan ini, kita akan melihat pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat. Kelarutan zat yang dimaksud dalam percobaan ini adalah Asam benzoat pada pelarut campur yakni Air, alkohol dan gliserin. Masing-masing pelarut campur telah ditentukan konsentrasinya, sebagaimana telah tertera pada hasil pengamatan di atas. Pencampuran pelarut-pelarut tersebut dilakukan pada gelas kimia yang masing-masing telah diberi label. Kemudian, dilarutkan asam benzoat sedikit demi sedikit ke dalam masing-masing gelas kimia tersebut. Lalu, dikocok larutan dengan menggunakan mixer selama beberapa menit, jika ada endapan yang larut selama pengocokan maka asam benzoat tersebut ditambahkan lagi sampai didapat larutan yang jenuh kembali. Larutan yang telah jenuh tersebut di saring dengan corong plastik dan kertas saring. Hasil filtrasi tersebut di titrasi sedangkan residu dibuang.
Filtrat yang telah didapat kemudian dititrasi, dengan cara larutan basa yang akan diteteskan (titran) dimasukkan ke dalam buret (pipa panjang berskala) dan jumlah yang terpakai dapat diketahui dari tinggi sebelum dan sesudah titrasi. Larutan asam yang dititrasi dimasukkan kedalam gelas kimia (erlenmeyer) dengan mengukur volumenya terlebih dahulu dengan memekai pipet gondok. Untuk mengamati titik ekivalen, dipakai indikator yang warnanya disekitar titik ekivalen. Dalam titrasi yang diamati adalah titik akhir bukan titik ekivalen. Cara ini digunakan sebagaimana teori (syukri, 1999 : 428) (4). Kemudian pada titrasi percobaan ini digunakan filtrat masing-masing sebanyak 5ml dan NaOH 0,1 M sebagai larutan basa yang banyaknya sebagaimana telah diketahui dan tertera pada hasil pengamatan.
Titrasi diberhentikan setelah terjadi perubahan warna yaitu warna merah muda. Sebagaimana dalam teori disebutkan bahwa Pada proses titrasi ini digunakan suatu indikator yaitu suatu zat yang ditambahkan sampai seluruh reaksi selesai yang dinyatakan dengan perubahan warna. Perubahan warna menandakan telah tercapainya titik akhir titrasi (Brady, 1999 : 217-218)  (4).
Dari hasil titrasi ini kita dapat menghitung konsentrasi Asam benzoat, yaitu dengan menghitungnya menggunakan rumus :
V1 x M1 = V2 x M2
Dari masing-masing konsentrasi Asam Benzoat dan % pelarut yang digunakan maka dapat disimpulkan bahwa semakin banyak % alkohol dan 0% gliserin dengan % air yang konstan maka konsentrasi Asam benzoat semakin banyak. Namun sebaliknya, jika semakin banyak % gliserin dan 0% alkohol dengan % air yang konstan maka konsentrasi Asam benzoat semakin sedikit atau berkurang.
Jadi, pelarut campur sangat mempengaruhi kelarutan suatu zat.


B.            Pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan zat.
Sebagaimana halnya pelarut campur, pada percobaan ini pun kita akan melihat pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan zat. Kelarutan zat yang dimaksud dalam percobaan ini adalah Asam benzoat pada pelarut air dengan menambahkan surfaktan yakni Tween 80. Masing-masing konsentrasi Tween 80 telah ditentukan konsentrasinya, yakni 0,2gram : 0,4 gram : 0,6 gram : 0,8 gram: 1 gram dalam 20 ml air. Pencampuran antara air dan Tween 80 tersebut dilakukan pada gelas kimia yang masing-masing telah diberi label. Kemudian, dilarutkan asam benzoat sedikit demi sedikit ke dalam masing-masing gelas kimia tersebut. Lalu, dikocok larutan dengan menggunakan mixer selama beberapa menit, jika ada endapan yang larut selama pengocokan maka asam benzoat tersebut ditambahkan lagi sampai didapat larutan yang jenuh kembali. Larutan yang telah jenuh tersebut di saring dengan corong plastik dan kertas saring. Hasil filtrasi tersebut di titrasi sedangkan residu dibuang.
Filtrat yang telah didapat kemudian dititrasi, dengan cara larutan basa yang akan diteteskan (titran) dimasukkan ke dalam buret (pipa panjang berskala) dan jumlah yang terpakai dapat diketahui dari tinggi sebelum dan sesudah titrasi. Larutan asam yang dititrasi dimasukkan kedalam gelas kimia (erlenmeyer) dengan mengukur volumenya terlebih dahulu dengan memekai pipet gondok. Untuk mengamati titik ekivalen, dipakai indikator yang warnanya disekitar titik ekivalen. Dalam titrasi yang diamati adalah titik akhir bukan titik ekivalen. Cara ini digunakan sebagaimana teori (syukri, 1999 : 428) (4). Kemudian pada titrasi percobaan ini digunakan filtrat masing-masing sebanyak 5ml dan NaOH 0,1 M sebagai larutan basa yang banyaknya sebagaimana telah diketahui dan tertera pada hasil pengamatan.
Titrasi diberhentikan setelah terjadi perubahan warna yaitu warna merah muda. Sebagaimana dalam teori disebutkan bahwa Pada proses titrasi ini digunakan suatu indikator yaitu suatu zat yang ditambahkan sampai seluruh reaksi selesai yang dinyatakan dengan perubahan warna. Perubahan warna menandakan telah tercapainya titik akhir titrasi (Brady, 1999 : 217-218)  (4).
Dari hasil titrasi ini kita dapat menghitung konsentrasi Asam benzoat, yaitu dengan menghitungnya menggunakan rumus :
V1 x M1 = V2 x M2
Dari masing-masing konsentrasi Asam Benzoat dan konsentrasi Tween 80 yang digunakan maka dapat disimpulkan bahwa semakin banyak konsentrasi Tween 80 yang digunakan maka konsentrasi Asam benzoat semakin banyak yang didapatkan.
Jadi, penambahan surfaktan dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat.






BAB V
PENUTUP

V.1    Kesimpulan
Dari data pengamatan dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
·         Semakin banyak % alkohol dan 0% gliserin dengan % air yang konstan maka konsentrasi Asam benzoat semakin banyak. Namun sebaliknya, jika semakin banyak % gliserin dan 0% alkohol dengan % air yang konstan maka konsentrasi Asam benzoat semakin sedikit atau berkurang. Jadi, pelarut campur sangat mempengaruhi kelarutan suatu zat.
·         semakin banyak konsentrasi Tween 80 yang digunakan maka konsentrasi Asam benzoat semakin banyak yang didapatkan. Jadi, penambahan surfaktan dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat.

V.2    Saran
Saran untuk laboratorium, sebaiknya dibangun laboratorium khusus Farmasi Fisika dan dengan alat-alat yang memadai agar praktikum lebih lancar.
Saran untuk percobaan, sebaiknya percobaan ini digunakan bahan lainnya yang bersifat asam dan kemudian dititrasi dengan bahan basa lain serta pelarut campuran dan surfaktan yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

1.             Tungadi, Robert. (2009).“Penuntun Praktikum Farmasi Fisika“. Jurusan Farmasi Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo
2.             Martin, A., (1990), “Farmasi Fisika”, Buku I, UI Press, Jakarta
3.             Atkins' Physical Chemistry, 7th Ed. by Julio De Paula, P.W. Atkins